Sabtu, 01 November 2008

Pramuka dan Pelestarian Lingkungan Hidup


SEJAK awal didirikan, gerakan kepanduan sangat fokus terhadap pengembangan kehidupan generasi muda, khususnya pembentukan watak dan kepribadian (character building).
Dari awal berdiri pula, gerakan kepanduan memanfaatkan alam sebagai learning centre. Berkegiatan di alam bebas pulalah yang membuat remaja dan anak-anak di Inggris kala itu sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Antusiasme itu muncul setelah mereka membaca buku Aids to Scouting dan Scouting for Boys karangan Baden-Powell, yang berisikan kegiatan menarik dan cara hidup alam terbuka.
Dalam kepanduan, sebagian besar bentuk penyampaian unsur pembinaan bagi anggotanya dikemas dengan bentuk permainan mendidik yang dilakukan di alam terbuka. Dengan demikian, hubungan gerakan kepanduan dengan alam sangat dekat tidak dapat dipisahkan.
Sikap peduli terhadap lingkungan merupakan kewajiban setiap anggota kepanduan. Sebagai wujud nyata kepedulian terhadap lingkungan di seluruh dunia, organisasi gerakan kepanduan sedunia, WOSM (World Organization of the Scout Movement) telah menjadi mitra terdepan UNEP (United Nations Environment Programme) dalam menjalankan program "Clean Up the World".
Program gagasan Ian Kiernan dari Australia ini awalnya merupakan untuk program lokal di Australia. Sementara UNEP meluncurkannya pada tahun 1993 dengan menjaring anggota siapa pun, baik perseorangan maupun organisasi di seluruh dunia yang peduli terhadap lingkungan. Tahun 2007, anggota kepanduan di berbagai negara ikut terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungan dalam rangka mendukung program ini. Di Aljazair, hampir 100 anggota kepanduan selama dua hari membersihkan lingkungan kota dan lebih dari 350 kantong sampah dikumpulkan. Kegiatan serupa berlangsung di Turki, Filipina, dan belahan dunia lainnya.
Dalam gerakan kepanduan di Indonesia (Pramuka), sikap peduli terhadap sesama maupun lingkungan telah jelas tertuang dalam salah satu poin yang terdapat dalam Prinsip Dasar Kepramukaan dan Kode Kehormatan Pramuka (Trisatya dan Dasadarma).
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan sekitar, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka juga membentuk Satgas Pramuka Peduli. Telah banyak aksi yang dilakukan oleh satuan tugas ini dalam upaya melestarikan lingkungan maupun lainnya. Pada tahun 2006, misalnya, dalam aksi Pramuka Peduli Tingkat Nasional yang dipusatkan di Depok, anggota Pramuka dikerahkan dalam berbagai bentuk kegiatan sosial, seperti penyuluhan pengolahan sampah, kerja bakti, pelayanan kesehatan, dll. Sementara pada tahun 2007, dalam rangka Hari Pramuka ke-46 di Kepulauan Seribu, lebih dari 200 anggota Pramuka dan warga sekitar dilibatkan dalam aksi peduli pantai, dengan menanam pohon mangrove dan pohon pelindung di pesisir pantai Kepulauan Seribu dan sekitar perumahan penduduk. Selain itu, mereka juga membersihkan sampah dan memberi pelatihan kepada masyarakat cara mengelola sampah yang benar.
Aksi kepedulian seperti ini sangat dibutuhkan di tengah kondisi banyak masyarakat yang apatis terhadap lingkungan. Salut, untuk anggota kepanduan di seluruh dunia dan Pramuka di Indonesia yang telah ikut terlibat secara konsisten menjaga kelestarian lingkungan. (H. Dimayanti, pencinta Gerakan Pramuka)***
sumber: pikiran rakyat (25/04/2008)
foto: http://kiddley.com

Olave Baden-Powell, ”Ibu Kepanduan Dunia”


Lebih dari seabad lalu, tepatnya 1 Agustus 1907, eksperimen Lord Baden-Powell bersama 20 orang anak muda berkemah di Kepulauan Brownsea Inggris, menjadi tonggak sejarah cikal bakal gerakan kepanduan.

PERKEMAHAN yang diisi berbagai kegiatan di alam terbuka sangat menarik kaum muda saat itu.
Beruntunglah Baden-Powell saat awal-awal berdiri dan mengembangkan gerakan kepanduan mendapatkan sokongan penuh dari orang-orang terdekatnya. Sebut saja adik perempuannya, Agnes Smyth Baden-Powell, yang sangat berjasa mengembangkan gerakan kepanduan putri (Girl Guides). Lewat kerja keras Agnes dalam mengembangkan gerakan kepanduan putri, sampai April 1910 saja, sudah 6.000 remaja putri di Inggris yang tercatat menjadi anggota Girl Guides.
Selain Agnes, orang yang dengan setia mengembangkan gerakan kepanduan ke seluruh dunia adalah Olave Baden-Powell atau lebih dikenal dengan sebutan Lady Baden-Powell yang tak lain adalah istri Lord Baden-Powell.
Olave terlahir dengan nama Olave St. Clair Soames, 22 Februari 1889, di Chesterfield, Derbyshire, Inggris. Olave pertama kali bertemu dengan Robert Baden-Powell, Januari 1908 di atas kapal penumpang Arcadia dalam perjalanan ke New York saat Baden-Powell memulai lawatan kepanduan dunia. Walau pertautan usia yang cukup jauh (Olave 23 tahun, Baden-Powell 55 tahun) setelah beberapa tahun menjalani hubungan, mereka akhirnya menikah 30 Oktober 1912. Pernikahan ini sempat menjadi sensasi internasional. Maklum, saat itu Baden-Powell merupakan tokoh yang sangat populer dan menjadi anutan. Hal itu juga menimbulkan kegelisahan di kalangan 100.000 anggota kepanduan putra. Mereka berspekulasi pernikahan ini akan membuat Robert Baden-Powell berhenti menjadi pemimpin pandu dunia yang akhirnya menghambat perkembangan gerakan kepanduan.
Namun, spekulasi tersebut tak terbukti. Olave yang dinikahi Baden-Powell ternyata sangat mendukung suaminya mengembangkan gerakan kepanduan. Bahkan Olave turut berkecimpung langsung sehingga gerakan kepanduan tumbuh pesat menjadi kegiatan yang digemari kaum muda di seluruh dunia. Visinya terhadap organisasi ini membuat gerakan kepanduan putri berkembang menjadi organisasi khusus putri dan wanita terbesar sepanjang sejarah. Karena hal itu pula, kalangan kepanduan sepakat menyebutnya "Mother of Millions".
Olave mulai tertarik dan berkiprah di dunia kepanduan pada tahun 1914 atau 2 tahun setelah menikah dengan Baden-Powell. Pada tahun 1917 Olave dipercaya menggantikan posisi Agnes Baden-Powell sebagai Presiden Kepanduan Putri Inggris. Pada tahun 1918, Olave mendapatkan penghargaan gold Silver Fish, penghargaan tertinggi kepanduan putri Inggris dan hanya baru 2 kali diberikan (yang kedua adalah Betty Clay pada tahun 1995). Kemudian, pada tahun 1930, Olave diangkat menjadi pemimpin kepanduan putri dunia.
Sepanjang hayatnya, ia telah melakukan perjalanan lebih dari setengah juta mil, mengerahkan segala kemampuannya demi kemajuan gerakan kepanduan. Mungkin dialah salah seorang wanita yang paling sering melakukan perjalanan di dunia ini. Bayangkan saja, kurang lebih 111 negara telah ia kunjungi. Saat menginjak usia 80 tahun pun (1969), ia masih aktif berkunjung ke berbagai negara. Namun, perjuangan gigihnya ini harus berakhir setelah pada tahun 1970 karena dokter mendiagnosisnya menderita diabetes akut dan harus mengakhiri petualangannya. Olave tutup usia 25 Juni 1977 di Bramley Surrey Inggris pada usia 88 tahun atau 36 tahun setelah meninggalnya Robert Baden-Powell (8 Januari 1941) di Nyeri, Kenya.***
Penulis, pencinta Gerakan Pramuka.
sumber: pikiran rakyat (28/03/2008)

Kepanduan pada Awalnya Hanya untuk Putra


Lembaran panjang keberadaan gerakan kepanduan tak terlepas berkat jasa sang founding father Robert Baden Powell. Eksperimennya bersama 20 orang anak muda dari latar belakang sosial yang berbeda berkemah di Kepulauan Brownsea Inggris, seabad lalu, menjadi cikal bakal lahirnya gerakan kepanduan.
Perkemahan yang diisi kegiatan seperti masak-memasak, menyelidik, mempelajari binatang, merintis, melakukan permainan, mengembara, latihan mempertajam pancaindra, api unggun, dan bercerita menjadi daya tarik luar biasa bagi kaum muda lainnya untuk bergabung. Hasilnya, luar biasa! Dalam waktu singkat gerakan kepanduan ini bisa diterima dan menyebar ke seluruh dunia.
Namun, perlu dicatat, saat memulai gerakan ini, Baden Powell hanya fokus terhadap anak laki-laki untuk ambil bagian dalam kegiatan. Karena memang, saat itu kepanduan berisi kegiatan yang dirasa lebih cocok untuk dilakukan kaum laki-laki. Lalu, kapan kepanduan untuk kaum perempuan mulai ada dan berkembang?
Sebenarnya, sejak pertama, gerakan kepanduan didirikan, para remaja putri menunjukkan minat yang besar untuk bergabung. Namun, saat itu banyak tanggapan miring dan kritikan pedas jika gerakan kepanduan diikuti pula oleh kaum perempuan. Di zaman seorang remaja putri selalu mengenakan rok panjang semata kaki dan tak pernah berlari, ide mengikutsertakan mereka dalam kegiatan perkemahan, hiking, dan aktivitas outdoor lainnya dianggap sesuatu yang konyol, bodoh, dan melanggar norma sosial saat itu.
Akan tetapi, hal tersebut tidak menyurutkan minat remaja putri saat itu untuk bergabung dengan gerakan kepanduan. Dalam pertemuan pertama anggota kepanduan di Crystal Palace, London, Inggris, tahun 1909, sekelompok remaja putri hadir. Mereka merepresentasikan ratusan remaja putri lainnya dan bersikeras untuk menjadi bagian dari kepanduan dengan menamakan diri Girl Scouts.
Gayung bersambut, Baden Powell mengakomodasi keinginan tersebut. Namun, setelah menimbang beberapa hal, Baden-Powell mengganti nama Girl Scouts menjadi Girl Guides. Pemilihan nama tersebut mengacu kepada para pemandu, penunjuk jalan (guides) di India. Saat bertugas di India, Baden Powell sangat terkesan dengan kinerja para guide di perbatasan barat laut India yang selalu menjalankan tugasnya dengan baik, sekalipun menjalani ekspedisi yang sangat berbahaya. Selain itu, walaupun sedang tidak menjalani ekspedisi, para guide ini secara rutin aktif berlatih olah pikir dan menjaga kesehatan tubuhnya.
Kepanduan putri (Girl Guides) resmi berdiri tahun 1910, di bawah pengawasan Agnes Smyth Baden-Powell, yang tak lain saudara perempuan Baden Powell. Sampai dengan April 1910 saja, sudah terdaftar 6.000 remaja putri di Inggris menjadi anggota Girl Guides.
Sebelumnya, pada tahun 1909, Agnes bersama Robert Baden Powell juga telah menyusun dan menerbitkan Pamphlet A: Baden-Powell Girl Guides, a Suggestion for Character Training for Girls dan Pamphlet B: Baden-Powell Girl Guides, a Suggestion for Character Training for Girls. Terbitan ini merupakan pendahuluan untuk buku pegangan (handbook) pandu putri.
Akhirnya pada tahun 1912, kolaborasi mereka berdua menghasilkan handbook pertama bagi pandu putri bertitel The Handbook for the Girl Guides or How Girls Can Help to Build Up the Empire. Selama kepemimpinan Agnes Baden Powell, kepanduan putri berkembang cukup baik. Dalam menjalankan tugasnya mengembangkan kepanduan putri, Agnes dibantu Olave St. Clair Soames atau Olave Baden Powell. Olave merupakan istri Baden Powell yang dinikahi pada 30 Oktober 1912. Agnes memutuskan mengundurkan diri dari jabatan presiden kepanduan putri Inggris pada tahun 1917 dan menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Olave Baden Powell. Walaupun begitu, Agnes tetap menjabat menjadi wakil presiden kepanduan putri sampai tutup usia, 2 Juni 1945 dalam usia 86 tahun.
Setelah beberapa lama memimpin gerakan kepanduan putri di Inggris, Olave Baden Powell diangkat menjadi pemimpin kepanduan putri dunia pada tahun 1930. Olave terkenal gigih dalam mengembangkan gerakan kepanduan putri ke seluruh dunia. (H. Dimayanti, berbagai sumber)***
sumber: pikiran rakyat (02/11/2007)
foto: sumber www.scout.org

Gerakan Pramuka dan Perdamaian Dunia


Imagine no possessions
I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing all the world.

KHAYALAN tingkat tinggi John Lennon yang dituangkannya lewat syair lagu "Imagine" seakan mendeskripsikan betapa sulitnya merengkuh perdamaian di muka bumi ini. Peperangan, penindasan, kejahatan, dan bentuk kekerasan lainnya seolah sudah akrab menghiasi setiap sisi kehidupan manusia di berbagai belahan dunia ini.
Tak salah jika Robert Baden-Powell menggagas penyelenggaraan Jambore Pandu Sedunia untuk pertama kali pada tahun 1920 atas dasar ingin mempromosikan perdamaian internasional.
World Organization of the Scout Movement (WOSM) memberi perhatian lebih terhadap masalah ini. Tahun 2007 lalu, menyambut 100 tahun gerakan kepanduan, WOSM secara khusus meluncurkan program Gifts for Peace (Persembahan untuk Perdamaian). Projek bagi gerakan kepanduan nasional di seluruh dunia untuk selalu berkontribusi menggelorakan perdamaian. Gifts for Peace merupakan sebuah edukasi, pemahaman, toleransi, dan sikap saling menghormati yang dilakukan anggota kepanduan yang mengikuti projek ini terhadap anak-anak muda yang ada di sekitarnya dengan maksud menciptakan suasana hidup yang aman dan tenteram.
Program ini merupakan gagasan Raja Abdullah dari Arab Saudi pada 2001. Saat itu, ketika masih menjadi pangeran, ia mengajak seluruh pandu di dunia untuk selalu menjadi "pembawa misi perdamaian". Dalam pelaksanaannya, anggota kepanduan di seluruh dunia diharapkan ikut berperan aktif dalam berbagai kegiatan seperti penatalaksanaan suatu konflik tanpa kekerasan yang menyangkut resolusi konflik, pemecahan masalah, negosiasi, dan mediasi. Selain itu, juga ikut menangani masalah seperti dalam kasus rasisme, bullying, dan gender. Atau, ikut serta dalam upaya meningkatkan solidaritas seperti terhadap pengungsi, orang-orang tidak beruntung, maupun anak jalanan.
Seperti dimuat dalam www.scout.org, berbagai aktivitas telah dilaksanakan di berbagai negara. Pandu di Afrika bahu-membahu memberikan penyuluhan kepada warga, terutama anak mudanya untuk sadar akan bahaya HIV-AIDS. Di Mesir, anggota pandu ikut aktif dalam pemecahan masalah tenaga kerja di bawah umur. Pandu di Selandia Baru berperan aktif dalam penanganan kasus bunuh diri yang banyak dilakukan oleh kaum muda di sana. Pandu di Brasil membantu menangani permasalahan kekerasan yang sering terjadi di rumah dan jalanan. Sementara itu di Namibia, anggota kepanduan di sana ikut memerangi kekerasan dan perlakuan buruk terhadap perempuan dan anak-anak. Organisasi kepanduan Asia Pasifik pada tahun 2007 juga menggelar APR Rover Peace Baton, berupa estafet tongkat perdamaian ke negara-negara di Asia Pasifik. Setiap negara yang dilalui oleh tongkat perdamaian kepala negaranya wajib menuliskan pesan-pesan perdamaian.
Gerakan Pramuka di Indonesia mendukung penuh pelaksanaan program Gifts for Peace. Untuk tingkat nasional, dalam rangka berpartisipasi dalam program ini, Kwarnas mengadakan perkemahan selama 2 hari (86-8 Juli 2007) di Bumi Perkemahan Cibubur Jakarta. Yang menjadi pesertanya selain anggota Pramuka juga anak-anak jalanan yang ada di sekitar wilayah Jakarta. Dalam acara tersebut, anak-anak jalanan yang menjadi peserta diberi pelatihan dan pembekalan supaya mereka memiliki kehidupan yang lebih baik, seperti berwirausaha dan lain-lain. Kini, kurang lebih 10 juta anggota pandu di 110 negara telah ikut berpartisipasi menyukseskan program Gifts for Peace. (H. Dimayanti, pencinta Gerakan Pramuka)***www.scout.org
SEJUMLAH anak-anak anggota gerakan pramuka di Afrika melakukan kampanye perdamaian yang merupakan salah satu program ”Gifts for Peace” (Persembahan untuk Perdamaian).*
sumber: pikiran rakyat (23/05/2008)
foto:sumber worldnet.scout.org

Mengenal Berbagai Macam Kemah Pramuka


LATIHAN dan pendidikan yang diberikan kepada pramuka berbeda untuk setiap tingkatan anggotanya. Anggota muda (siaga, penggalang, penegak, dan pandega) mempunyai berbagai pertemuan atau kegiatan masing-masing dengan istilah kegiatan masing-masing pula.
Seperti dikutip situs resmi Pramuka Indonesia, pramuka.or.id, golongan siaga sebagai anggota paling muda mempunyai ajang pertemuan dan latihan yang disebut pesta siaga. Dalam kegiatan gabungan antaranggota pramuka siaga ini diisi dengan permainan bersama antara lain mencari jejak, bermain puzzle, permainan kim, dan sebagainya. Ada pula pameran siaga yang bertujuan memamerkan hasil karya anggota siaga dan pasar siaga (bazar) yaitu simulasi kegiatan jual beli seperti di pasar. Sering pula diadakan darmawisata, pentas seni budaya, karnaval, dan perkemahan sehari (persari).
Untuk golongan penggalang dikenal istilah jambore, pertemuan pramuka penggalang dalam bentuk perkemahan besar yang diselenggarakan oleh kwartir gerakan pramuka, seperti jambore ranting (tingkat kecamatan), jambore cabang tingkat kota/kabupaten), jambore daerah (tingkat provinsi), jambore nasional (tingkat nasional).
Juga dikenal kegiatan lomba tingkat (LT), berupa lomba kegiatan kepramukaan. Lomba tingkat dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari tingkat gugus depan (LT I), ranting (LT II), cabang (LT III), daerah (LT IV), dan nasional (LT V). Selain itu, dalam golongan penggalang dikenal juga gladian pimpinan regu (dianpinru), yang bertujuan memberikan pengetahuan dan pengalaman di bidang manajerial dan kepemimpinan bagi pemimpin regu utama (pratama), pemimpin regu (pinru), dan wakil pemimpin regu (wapinru).
Penggalang juga mengenal kegiatan penjelajahan (wide game), biasanya diisi dengan mencari jejak (orienteering) menggunakan tanda-tanda jejak, membuat peta, mencatat berbagai situasi, dan dibagi dalam pos-pos. Dari pos ke pos, setiap anggota atau kelompok biasanya diuji keterampilan kepramukaan seperti morse, semafor, sandi, tali-temali, dan sebagainya. Secara reguler, untuk mengevaluasi hasil latihan di gugus depan, biasanya golongan penggalang melakukan perkemahan dalam bentuk persami (perkemahan Sabtu Minggu), perjusami (perkemahan Jumat Sabtu Minggu), perkemahan liburan, dan sejenisnya.
Sementara itu, bagi golongan penegak dan pandega, dikenal istilah raimuna yang merupakan pertemuan dalam bentuk perkemahan besar yang diselenggarakan oleh kwartir Gerakan Pramuka, seperti raimuna ranting, raimuna cabang, raimuna daerah, raimuna nasional. Sedangkan gladian pimpinan satuan (dianpinsat) dikhususkan bagi pemimpin sangga utama, pemimpin sangga, dan wakil pemimpin sangga dan pengurus dewan ambalan/racana, yang bertujuan memberikan pengetahuan di bidang manajerial dan kepemimpinan.
Bentuk perkemahan pramuka penegak dan pandega pun bermacam-macam disesuaikan dengan tujuan yang diemban. Seperti Perkemahan Wirakarya (PW), yang diadakan dalam rangka mengadakan integrasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Sedangkan Perkemahan Bakti (Perti), diadakan dalam rangka mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman selama mengadakan pembinaan, baik di gugus depan maupun di satuan karya pramuka (saka) dalam bentuk bakti kepada masyarakat.
Ada juga yang disebut Perkemahan Antar (Peran) Saka, yang diikuti anggota satuan karya pramuka (saka), berbentuk perkemahan besar, yang diselenggarakan kwartir gerakan pramuka. Selain itu, untuk menguji sekaligus mengaplikasian pengetahuan tentang ilmu medan, peta, kompas, dan survival, golongan penegak dan pandega biasanya mengadakan pengembaraan dalam bentuk penjelajahan.
Pramuka pun tak mau ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang pesat, seperti internet. Maka, diselenggarakanlah Jamboree On The Air (JOTA) dan Jambore On The Internet (JOTI), yang merupakan pertemuan semua golongan pramuka melalui udara, bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI) dan pertemuan Pramuka melalui internet. (Yudi Noor, pencinta Pramuka tinggal di Bandung)***
sumber: pikiran rakyat (20/10/2006)
foto: sumber www.cardmine.co.uk

Mengenal Bapak Pramuka Sri Sultan Hamengku Buwono IX


EKSISTENSI Gerakan Pramuka di Indonesia tidak terlepas dari perjuangan panjang orang-orang yang terlibat di dalamnya. Salah seorang pelopor dan Bapak Pramuka Indonesia adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) merupakan salah seorang yang ditunjuk Presiden Republik Indonesia saat itu, Soekarno menjadi Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961.
Presiden saat itu mengungkapkan, merujuk Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana, kepanduan yang ada harus diperbarui, metode dan aktivitas pendidikannya harus diganti. Seluruh organisasi kepanduan yang ada harus dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Setelah itu, masih pada bulan yang sama, Sultan HB IX juga terlibat dalam kepanitiaan pembentukan Gerakan Pramuka bersama Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia ini mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Ketika itu, selain terpilih menjadi Wakil Ketua I Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Sultan HB IX juga terpilih menjadi Ketua Kwartir Nasional pertama Gerakan Pramuka. Selama kepemimpinannya, Gerakan Pramuka berkembang dengan pesat. Ide-ide brilian tidak semata ia dedikasikan untuk Gerakan Pramuka, tetapi untuk pengembangan gerakan kepanduan di dunia.
Sebagai contoh, dalam konferensi kepanduan sedunia ke-23 di Tokyo 1971, ia menyampaikan idenya dalam pidato yang berjudul "Scouts Action for Community Development". Gagasannya mengenai paradigma pembinaan dan pengembangan kepanduan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat bagi negara berkembang mendapat sambutan hangat dari seluruh peserta. Kalangan kepanduan dunia pun menilainya sebagai the new trends in scouting.
Terobosan lain yang dilakukan Sultan HB IX ialah dengan mendirikan Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda (Hipprada). Hipprada merupakan tempat berhimpun anggota senior Pramuka dengan tujuan terus memupuk dan menumbuhkembangkan semangat dan jiwa kepanduan sepanjang masa.
Wajar, World Organization of Scout Movement (WOSM) menganugerahkan Bronze Wolf Award kepada Sultan HB IX atas dedikasinya yang luar biasa bagi pengembangan gerakan kepanduan pada tahun 1973. Bronze Wolf Award merupakan satu-satunya penghargaan tertinggi dalam gerakan kepanduan dunia, dan hanya orang-orang tertentu yang berhak mendapatkannya.
Sri Sultan HB IX lahir di Ngampilan Ngasem, Yogyakarta, Sabtu 12 April 1912. Dalam ensiklopedi tokoh Indonesia, www.tokohindonesia.com, disebutkan, meskipun anak seorang raja, Sultan HB IX sejak usia 4 tahun justru sudah hidup terpisah dari keluarganya di keraton. Beliau dititipkan kepada keluarga Mulder, orang Belanda yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapat pendidikan yang penuh disiplin dan gaya hidup yang sederhana.
Sultan HB IX kuliah di Rijkuniversiteit Leiden, Belanda mengambil jurusan Indologi (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi. Mendapatkan pendidikan ala Barat sejak usia 4 tahun (taman kanak-kanak sampai kuliah) membuat Sri Sultan HB IX memiliki wawasan yang luas. Hal itu pun tak lantas membuat luntur paham kebangsaannya. Sebaliknya, wawasan kebangsaannya tetap kuat seperti tergambar dalam isi pidato penobatannya sebagai Sri Sultan HB IX.
Ada dua hal penting yang menunjukkan sikap tersebut. Pertama, kalimat yang berbunyi, "Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa." Kedua, ucapannya yang berisi janji perjuangan, "Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan nusa dan bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya."(Yudi Noor/berbagai sumber)***
sumber: pikiran rakyat (04/05/2007)
foto: www.tokohindonesia.com

Meneladani Mashudi Dalam Gerakan Pramuka


CONTOHLAH apa yang telah dilakukan Kak Mashudi untuk Pramuka yang dicintainya, bahkan untuk bangsa dan negara tercinta, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat meresmikan pembukaan Jambore Nasional VIII di Desa Kiarapayung Jatinangor, 16 Juli 2006. Ungkapan SBY menyiratkan betapa luar biasa karya Letjen TNI (Purn.) Dr. (HC) Mashudi sehingga keteladanannya patut dicontoh, terutama oleh generasi muda Indonesia. Bahkan, dalam sambutan berikutnya, Presiden SBY saat mengatakan, sebeluhttp://seueurkahoyong.blogspot.com/m wafat, Mashudi sering menyampaikan pandangan-pandangannya yang jernih dan konstruktif yang semuanya ia abadikan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi.
Tepat kiranya nama besarnya diabadikan menjadi nama bumi perkemahan di Kiarapayung Jatinangor sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan perjuangannya dalam mengembangkan Gerakan Pramuka di tanah air. Melalui tangan dinginnya, gerakan Pramuka dibawa menuju masa keemasan. Gerakan Pramuka berkembang pesat dan diterima luas oleh generasi muda di tanah air. Bahkan, Gerakan Pramuka menjadi organisasi kepanduan terbesar di dunia.
Kesahajaan, kedisiplinan, dan kemauan bekerja keras tergambar jelas dalam dirinya. Terbentuknya karakter tersebut tak terlepas berkat didikan orang tua ditambah kegemarannya menggeluti dunia kepanduan sejak kecil.
Seperti terangkum dalam buku autobiografi yang ditulisnya, Mashudi, Memandu Sepanjang Masa, Mashudi lahir di Cibatu Garut, 11 September 1920. Pendidikan formal yang pernah dijalaninya adalah HIS dan MULO Pasundan Tasikmalaya, AMS B Yogyakarta, dan THS (sekarang ITB) Bandung. Orang tuanya yang wiraswasta merupakan sosok pekerja keras dan selalu menanamkan kemandirian kepada anak-anaknya.
Hal ini juga yang memengaruhi Mashudi kecil untuk tidak bermanja-manja menghadapi kehidupan. Diceritakan, saat kecil, Mashudi sering membantu ayahnya bekerja di toko bahan bangunan dan mengantar susu sapi kepada langganan. Bahkan, untuk keperluan dana guna menyalurkan hobi olah raga dan kepanduan, Mashudi sering berusaha mandiri dengan membuat kerajinan kap lampu dan tas dari tripleks, yang ia titipkan kepada ibunya untuk dijual. Mashudi terjun ke dunia kepanduan saat usia masih belia, 11 tahun dengan ikut bergabung menjadi anggota Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).
Kecintaan terhadap gerakan Pramuka tak pernah sirna dalam sisi kehidupannya. Mashudi aktif dalam jabatan struktural Gerakan Pramuka sejak menjabat Gubernur Jawa Barat (1960-1970), sebagai Ketua Majelis Pembimbing Pramuka Jawa Barat. Kemudian tahun 1974, ia dipercaya menjadi Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Barat. Pada tahun yang sama, Mashudi ditunjuk menjadi Wakil Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka. Setelah itu sempat menjabat menjadi Pjs. Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka menggantikan Sarbini (1974-1978). Dalam penyelenggaraan Munas Gerakan Pramuka di Bukit Tinggi, Sumatra Barat, tahun 1978, Mashudi terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka. Jabatan yang diembannya cukup lama hingga tahun 1993 dan merupakan kepercayaan yang luar biasa kepadanya.
Perjuangan tak kenal lelah dan dedikasi tinggi terhadap perkembangan Gerakan Pramuka membuat World Organization of Scout Movement (WOSM) menganugerahkan lencana Bronze Wolf Award yang merupakan penghargaan tertinggi dalam dunia kepanduan dalam acara World Scout Conference ke-30 di Munich, Jerman 15-19 Juli 1985.
Mashudi juga pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (1960-1970), Wakil Ketua MPRS (1966-1972), anggota DPA (1978-1983), dan anggota MPR (1992-1997). Selain Bronze Wolf Award, penghargaan lain yang didapat Mashudi antara lain, Lencana Tunas Kencana, Bintang Mahaputra, dan doktor honoris causa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Selain pramuka dan kariernya di militer, Mashudi juga pernah aktif dalam seabrek kegiatan organisasi lainnya seperti Ketua Yayasan Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Ketua Yayasan Universitas Pakuan Bogor, Ketua Perkumpulan Filateli Indonesia, dan Dewan Penyantun Universitas Pendidikan Indonesia.
Letjen TNI (Purn.) Dr. (HC) Mashudi meninggal dunia Rabu 22 Juni 2005 pukul 11.00 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta setelah sebelumnya sempat dirawat di Rumah Sakit PMI Bogor karena serangan jantung. (Yudi Noor/berbagai sumber)***
sumber: pikiran rakyat (18/05/2007)
foto: sumber www.tokohindonesia.com