Sabtu, 01 November 2008

Mengenal Bapak Pramuka Sri Sultan Hamengku Buwono IX


EKSISTENSI Gerakan Pramuka di Indonesia tidak terlepas dari perjuangan panjang orang-orang yang terlibat di dalamnya. Salah seorang pelopor dan Bapak Pramuka Indonesia adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) merupakan salah seorang yang ditunjuk Presiden Republik Indonesia saat itu, Soekarno menjadi Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961.
Presiden saat itu mengungkapkan, merujuk Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana, kepanduan yang ada harus diperbarui, metode dan aktivitas pendidikannya harus diganti. Seluruh organisasi kepanduan yang ada harus dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Setelah itu, masih pada bulan yang sama, Sultan HB IX juga terlibat dalam kepanitiaan pembentukan Gerakan Pramuka bersama Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia ini mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Ketika itu, selain terpilih menjadi Wakil Ketua I Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Sultan HB IX juga terpilih menjadi Ketua Kwartir Nasional pertama Gerakan Pramuka. Selama kepemimpinannya, Gerakan Pramuka berkembang dengan pesat. Ide-ide brilian tidak semata ia dedikasikan untuk Gerakan Pramuka, tetapi untuk pengembangan gerakan kepanduan di dunia.
Sebagai contoh, dalam konferensi kepanduan sedunia ke-23 di Tokyo 1971, ia menyampaikan idenya dalam pidato yang berjudul "Scouts Action for Community Development". Gagasannya mengenai paradigma pembinaan dan pengembangan kepanduan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat bagi negara berkembang mendapat sambutan hangat dari seluruh peserta. Kalangan kepanduan dunia pun menilainya sebagai the new trends in scouting.
Terobosan lain yang dilakukan Sultan HB IX ialah dengan mendirikan Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda (Hipprada). Hipprada merupakan tempat berhimpun anggota senior Pramuka dengan tujuan terus memupuk dan menumbuhkembangkan semangat dan jiwa kepanduan sepanjang masa.
Wajar, World Organization of Scout Movement (WOSM) menganugerahkan Bronze Wolf Award kepada Sultan HB IX atas dedikasinya yang luar biasa bagi pengembangan gerakan kepanduan pada tahun 1973. Bronze Wolf Award merupakan satu-satunya penghargaan tertinggi dalam gerakan kepanduan dunia, dan hanya orang-orang tertentu yang berhak mendapatkannya.
Sri Sultan HB IX lahir di Ngampilan Ngasem, Yogyakarta, Sabtu 12 April 1912. Dalam ensiklopedi tokoh Indonesia, www.tokohindonesia.com, disebutkan, meskipun anak seorang raja, Sultan HB IX sejak usia 4 tahun justru sudah hidup terpisah dari keluarganya di keraton. Beliau dititipkan kepada keluarga Mulder, orang Belanda yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapat pendidikan yang penuh disiplin dan gaya hidup yang sederhana.
Sultan HB IX kuliah di Rijkuniversiteit Leiden, Belanda mengambil jurusan Indologi (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi. Mendapatkan pendidikan ala Barat sejak usia 4 tahun (taman kanak-kanak sampai kuliah) membuat Sri Sultan HB IX memiliki wawasan yang luas. Hal itu pun tak lantas membuat luntur paham kebangsaannya. Sebaliknya, wawasan kebangsaannya tetap kuat seperti tergambar dalam isi pidato penobatannya sebagai Sri Sultan HB IX.
Ada dua hal penting yang menunjukkan sikap tersebut. Pertama, kalimat yang berbunyi, "Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa." Kedua, ucapannya yang berisi janji perjuangan, "Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memenuhi kepentingan nusa dan bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya."(Yudi Noor/berbagai sumber)***
sumber: pikiran rakyat (04/05/2007)
foto: www.tokohindonesia.com

Tidak ada komentar: