Sabtu, 01 November 2008

Muhammad Yunus, Ternyata Pandu Sejati

SOSOKNYA mencuri perhatian dunia saat Komite Nobel di Oslo, Norwegia, menobatkannya menjadi peraih Nobel Perdamaian 2006. Sebelumnya, media lebih banyak menyebut mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, mediator perdamaian yang juga mantan Menlu Australia Gareth Evans, bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang bakal menyabet Nobel Perdamaian 2006. Ya, pilihan ternyata jatuh kepada Muhammad Yunus, seorang doktor ekonomi asal Bangladesh.
Muhammad Yunus dinilai mempunyai kontribusi besar terhadap perbaikan ekonomi rakyat Bangladesh, terutama bagi kaum perempuan untuk lepas dari kungkungan kemiskinan. Konsep brilian kredit mikro yang diciptakannya, ibarat resep jitu yang membawa pencerahan bagi masyarakat Bangladesh, terutama kaum perempuan untuk hidup lebih layak.
Keinginan menghapus kemiskinan dibarengi solidaritasnya yang tinggi diwujudkannya dengan mendirikan Grameen Bank Prakalpa pada tahun 1976 di Jobra Bangladesh. Grameen Bank dengan karakteristik uniknya hanya menjaring nasabah kaum miskin yang tidak mempunyai lahan dan lebih memprioritaskan kaum perempuan. Grameen Bank meminjamkan uang kepada nasabah untuk dijadikan modal usaha kecil-kecilan, tanpa jaminan.
Lahir di Chittagong Bangladesh, 28 Juni 1940 dari keluarga cukup berada, Yunus kecil tumbuh menjadi anak pintar. Sifat tenggang rasa, solidaritas yang tinggi terhadap sesama dalam diri Yunus terasah dalam gerakan kepanduan yang diikutinya di sekolah. Ya, Yunus merupakan anggota gerakan kepanduan!
Seperti ditulis Yayasan Ramon Magsaysay Filipina yang juga memberikan penghargaan pada tahun 1984, dalam situs www.rmaf.org.ph, Yunus menyelesaikan pendidikan menengahnya di sekolah elite Middle English School, di Chittagong.
Di sekolah, selain kerap menjadi juara kelas, Yunus aktif berorganisasi kepanduan yang membawanya melanglang ke penjuru dunia. Tahun 1952, ia bersama 24 orang temannya terpilih untuk berpartisipasi dalam jambore kepanduan se-Pakistan. Tiga tahun kemudian, berkat kecakapannya dalam organisasi kepanduan, Yunus terpilih bersama dua anggota kepanduan dari Pakistan Timur bergabung dengan 25 anggota kepanduan dari Pakistan Barat menjajal ajang Jambore Sedunia di Kanada. Muhammad Yunus bersama rekannya terbang ke New York Amerika Serikat dan meneruskan perjalanan ke Niagara, Ontario Kanada.
Banyak hal penting yang dipetik dari ajang Jambore Sedunia ini. Yunus berkesimpulan, sifat kemanusiaan di setiap negara ternyata mempunyai kesamaan. Di jambore, semua peserta berbaur bersama, bermain bersama, tanpa membedakan latar belakang dan asal asul.
Setelah jambore usai, sebelum memutuskan pulang, selama enam bulan Yunus dan rekan-rekannya melakukan tur ke berbagai kota dan negara. Setelah Washington dan New York, mereka sempat singgah di Inggris dan beberapa negara di Eropa seperti Jerman dan Yugoslavia. Yunus bersama dua orang rekannya kemudian berkunjung ke negara-negara Timur Tengah seperti Irak dan melanjutkan perjalanan ke Karachi Pakistan. Yunus sendiri sebelum pulang ke Chittagong sempat berkunjung ke New Delhi, Bombay, dan Calcutta di India.
Di setiap kota yang dilalui, mereka selalu berkunjung ke sanggar-sanggar kepanduan. Kadang, mereka diterima oleh pihak pemerintahan setempat dan diperlakukan layaknya tamu kehormatan. Sungguh perjalanan panjang penuh tantangan yang membentuk Yunus menjadi mandiri.
Tahun 1958, Yunus kembali hadir di perhelatan Jambore Sedunia di Filipina dan Jambore se-Jepang. Selama di Asia, ia juga sempat berkunjung ke Rangoon, Bangkok, Saigon, dan Hong Kong. Sempat kuliah di Universitas Dhaka tahun 1957, Yunus kemudian terbang ke Amerika Serikat berkat beasiswa dari Universitas Vanderbilt, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat. Muhammad Yunus meraih gelar doktor pada tahun 1970.
Nobel Perdamaian semakin memperpanjang daftar penghargaan yang telah diraih Yunus sebelumnya. Perdamaian tak selalu harus dipandang sempit, damai tanpa ada konflik senjata. Perdamaian juga bisa terwujud lewat perbaikan struktur ekonomi dan turunnya angka kemiskinan dan pengangguran. (Yudi Noorachman)***
sumber: pikiran rakyat (09/02/2007)

Tidak ada komentar: